Selasa, 28 Januari 2020

Fitoremediasi Ipa kelas 9, Selasa 28 Januari 2020 Phytoextraction Merupakan suatu proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari media yang tercemar sehingga terakumulasi disekitar akar tumbuhan atau tersalurkan ke bagian lain pada tumbuhan (daun dan batang), ilustrasi proses phytoextraction dapat dilihat pada Gambar 2. Beberapa tanaman disebut sebagai hyperaccumulators, yaitu tanaman yang dapat menyerap kandungan logam lebih banyak daripada tanaman lain pada umumnya. Di lapangan, setelah tanaman fitoremediasi tumbuh dan berkembang di media tercemar dan dirasa telah melakukan mekanisme phytoextraction, tanaman tersebut kemudian dicabut untuk dibakar menggunakan alat insenerator. Abu hasil pembakaran sebaiknya dipisahkan untuk dikemas kedalam golongan B3. Proses phytoextraction sangat baik digunakan untuk menangani media yang tercemar oleh limbah yang mengandung unsur Mn, Hg, Cu, Cr, Cd, Ni, Pb dan Zn. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam baik itu mineral, bijih atau bahan galian, gas alam dan minyak. Dalam perkembangannya, berbagai macam teknik dan teknologi telah digunakan oleh manusia untuk dapat mengelola sumber daya alam tersebut semaksimal mungkin. Pertambangan batubara atau bijih lainnya di Indonesia umumnya dilakukan dengan sistem tambang terbuka (open pit mining). Penambangan dengan sistem ini berpotensi mengakibatkan terjadinya degradasi kualitas lingkungan. Karena luasnya lahan yang dibuka atau terganggu, adanya timbunan batuan overburden yang mengandung logam berat dan terbentuknya lahan yang bersifat marginal (sukar ditumbuhi oleh tanaman) serta air asam tambang (AAT). Secara umum pengolahan air/lahan tercemar di area penambangan dapat dilakukan menggunakan 2 macam metode. Metode pertama adalah metode aktif, pada metode ini dilakukan dengan menambahan bahan kimia secara langsung ke kolam tambang atau lahan reklamasi dengan tujuan untuk mereduksi senyawa pencemar. Banyak pelaku industri penambangan yang memilih cara ini. Cara ini paling sering diadopsi di dunia pertambangan karena selain mudah didapat, bahan kimia juga tergolong sangat praktis dalam penggunaannya, yaitu dengan cara menaburkan bahan kimia tersebut ke media yang tercemar dengan dosis tertentu (lihat Gambar 1). Namun dalam penggunaannya, bahan kimia tersebut memerlukan jumlah yang sangat banyak (bergantung dari luasan area yang tercemar) sehingga berpotensi memberikan biaya yang cukup mahal bila dilakukan secara terus-menerus. Untuk media air yang tercemar selain biaya yang besar, penggunaan bahan kimia dapat mengakibatkan endapan berlebih pada settling pond. Fitoremediasi memberikan manfaat yang nyata terhadap pengelolaan lingkungan, namun terdapat kelebihan dan kekurangan dari teknik ini. Karena menggunakan tanaman sebagai media utama dalam mereduksi senyawa polutan, maka teknik fitoremediasi memiliki biaya pengeluaran yang lebih murah bila dibandingkan dengan penggunaan bahan kimia. Terlebih bila perusahaan dapat melakukan pembudidayaan sendiri terhadap tanaman fitoremediasi yang mereka gunakan, tentunya akan sangat menekan biaya pengeluaran. Namun, perlu diperhatikan agar tanaman yang digunakan tidak terkonsumsi oleh binatang ternak atau predator lain karena tanaman tersebut bersifat toksik. Penambahan pagar disekitar wilayah fitoremediasi dapat memberikan solusi untuk menangani permasalahan tersebut. Teknik pengelolaan lingkungan ini diharapkan memberikan pemikiran baru kepada para pelaku usaha tambang dalam mengelola permasalahan lingkungannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar